Selasa, 26 September 2017

Sikap Kerja dalam Psikologi Industri dan Organisasi

Hallo! Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan pengertian tentang sikap kerja dalam psikologi industri dan organisasi. Penulisan ini untuk menambah wawasan saya sebagai penulis dan kalian para pembaca tulisan saya. Penulisan ini juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi,  

Sebelum kita masuk pada pengertian Sikap Kerja, mari saya jelaskan terlebih dahulu apa itu Psikologi Industri dan Organisasi! 

Psikologi industri dan organisasi merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi. Psikologi industri dan organisasi membahas psikologi dalam lingkup organisasi atau aturan kerja. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut psikologi industri dan organisasi. Inggris menyebut psikologi industri dan organisasi sebagai Occupational Psychology. Work and Organisational Psychology merupakan istilah yang digunakan di Eropa dan di Amerika cabang psikologi ini disebut sebagai Industrial and Organizational Psychology.

Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi menurut Para Ahli:
  • Blum dan Naylor, menyebut psikologi industri dan organisasi sebagai aplikasi dari fakta dan prinsip psikologi pada masalah dalam konteks bisnis dan indutri.
  • Guion, menjelaskan psikologi industri dan organisasi sebagai keilmuan yang mempelajari mengenai hubungan antara manusia dengan dunia kerja.
  • A.S Munandar, mendefinisikan psikologi industri dan organisasi sebagai keilmuan yang mempelajari tingkah laku dari manusia yang dikaitkan dengan perannya sebagai tenaga kerja dan konsumen baik secara perorangan atau sebagai kelompok.
  • Munsterberg, menyebutkan psikologi industri dan organisasi sebagai keilmuan yang mempelajari perilaku dari manusia didalam dunia kerja.

Nah! Sudah taukan apa itu psikologi industri dan organisasi? Sekarang mari kita masuk materi sikap kerjanya! :)

A.    Pengertian Sikap Kerja Menurut Para Ahli:

  • Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif  (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
  • Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Sementara Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek tertentu.
  • Gibson (2003), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi
  • Menurut pengertian dari Maulana (1995) “sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan di dalam mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan atau perusahaan. Maulana 1995 mendefinisikan mengenai pengertian sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan objak atau tidak, orang atau peristiwa. Ada tiga komponen dari suatu sikap yaitu pengertian (cognition), keharusan (affect), dan perilaku (behavior). Komponen cognition adalah segmen pendapat atau keyakinan akan suatu sikap. Komponen affect adalah segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap, sedangkan komponen behavior adalah suatu maksud untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Memandang sikap yang tersusun dari tiga komponen di atas, yaitu cognition, affect dan behavior akan membantu memahami kerumitan sikap dan hubungan yang potensial antar sikap dan perilaku.
Berdasarkan pendapat  yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan pengertian sikap sebagai organisasi keyakinan-keyakinan yang mengandung aspek kognitif, behavior dan afektif yang merupakan kesiapan mental psikologis untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek tertentu. Sikap dapat berubah dan  dapat dipengaruhi, dapat dibina dalam berbagai bidang kehidupan. Sikap negatif dapat dipengaruhi sehingga menjadi positif, yang tadinya tidak senang menjadi senang, yang semula antipati menjadi bersimpati, dan sebagainya.

B.     Tipe Sikap
Berbicara tentang tipe sikap, maka terdapat 3 (tiga) tipe sikap. Tipe sikap tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kepuasan kerja yaitu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut.
  2. Keterlibatan kerja adalah mengukur derajat sejau mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya penting bagi harga diri. Pegawai dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja tersebut. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi telah ditemukan berkaitan dengan kemangkiran yang lebih rendah dan tingkat permohonan berhenti yang lebih rendah.
  3. Komitmen pada organisasi adalah suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Seperti pada keterlibatan kerja bahwa komitmen pada organisasi memperlihatkan hubungan yang negatif antara kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai.

C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

  1. Pengalaman pribadi untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. 
  2. Kebudayaan, B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
  3. Orang terdekat pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 
  4. Media Massa sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
  5. Institusi Pendidikan dan Agama sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 
  6. Faktor Emosi dalam Diri tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.

Rabu, 07 Juni 2017

Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat


 A.    Pengertian Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat
§  Mitos
Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Di dalam mitos bisa berisi asal usul alam semesta, dewa-dewa, supranatural, pahlawan manusia atau masyarakat tertentu yang mana memiliki tujuan untuk meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, memberikan petunjuk hidup, melegalisir aktivitas kebudayaan, pemberian makna hidup dan pemberian model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang sulit dijelaskan dengan akal pikiran.
§  Legenda
Legenda (bahasa Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai "sejarah" kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Menurut Buku Sari Kata Bahasa Indonesia, Legenda adalah cerita rakyat zaman dahulu yang berkaitan dengan peristiwa dan asal usul terjadinya suatu tempat.
Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mitos, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan (religious legends) legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends):
a)      Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan adalah legenda orang-orang yang dianggap suci atau saleh. Karya semacam itu termasuk folklor karena versi asalnya masih tetap hidup di kalangan masyarakat sebagai tradisi lisan. Di Jawa hagiografi menceritakan riwayat hidup para wali penyebar Islam pada masa yang paling awal. Salah satu contohnya adalah legenda Wali Sembilan (Wali Songo) mereka adalah Mau- lana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Selain sembilan wali tersebut, di Jawa masih banyak wali-wali lain. Legenda tentang mereka mudah dikenali sebab makam- makamnya diziarahi pada peringatan kematiannya (haul) yang disebut keramat atau punden. Para juru kunci itu pada umumnya, dapat menceritakan legenda orang sucinya. D.A. Rinkes dalam bukunya berjudul De Heiligen van Java (Orang-orang Saleh dari Jawa) menyebutkan beberapa wali lain di antaranya: Syeh Abdul Muhyi, Syeh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, dan Pangeran Panggung, Syeck Abdul Qodir Jaelani, dan lain- lain.
b)      Legenda Alam Gaib
Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran ”takhayul” atau kepercayaan rakyat. Contoh legenda ini yaitu kepercayan terhadap adanya hantu, gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.
c)      Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal prosa rakyat itu sudah diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rumus cerita tokoh-tokoh rakyat tradisional.
d)     Legenda Setempat
Legenda setempat adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu tempat, berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. Legenda setempat yang berhubungan dengan nama suatu tempat misalnya, legenda Kuningan. Kuningan adalah nama suatu kota kecil yang terletak di lereng Gunung Ceremai, di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat. Contoh lain mengenai legenda setempat yang berhubungan erat dengan nama tempat adalah legenda “Anak-anak Dalem Solo yang Mengembara Mencari Sumber Bau Harum”. Legenda ini berasal dari Trunyan, Bali. Legenda ini dapat dimasukkan ke dalam golongan legenda setempat karena menceritakan asal mula nama beberapa desa di sekitar Danau Batur, seperti Kedisan, Abang Dukuh, dan Trunyan. Selain itu contoh-contoh lain legenda setempat ini misalnya ”Asal Mula Nama Banyuwangi”, serta legenda ”Roro Jongrang”, ”Tangkuban Perahu”, ”Asal Mula nama Tengger dan Terjadinya Gunung Batok” serta “asal mula nama kota Bogor”.
§  Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas disetiap bangsa yang mempunyai kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya cerita rakyat ini mengisahkan mengenai suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia dan dewa. Dalam cerita rakyat ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·         Disampaikan turun-temurun
·         Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya
·         Kaya nilai-nilai luhur
·         Bersifat tradisional
·         Memiliki banyak versi dan variasi
·         Mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapkannya
·         Bersifat anonim artinya nama pengarang tidak ada
·         Berkembang dari mulut ke mulut
·         Cerita rakyat disampaikan secara lisan
Sedangkan jenis-jenis cerita rakyat sebagai berikut:
o   Cerita binatang
o   Cerita Jenaka
o   Cerita Asal-Usul
o   Cerita Pelibur Lara

B. Perbedaan Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat

Mitos
Legenda
Cerita Rakyat
Mitos adalah cerita yang belum jelas terjadinya karena tidak ada bukti otentik yang bisa membuktikan kebenarannya.
Legenda adalah cerita rakyat dimasa lampau yang benar-benar terjadi dan biasanya memiliki bukti otentik.
Cerita Rakyat itu biasanya cerita tentang kebudayaan asal muasal suatu tempat atau kejadian.
Menceritakan tentang asal usul alam semesta, manusia atau bangsa yang diungkapkan dengan dongeng-dongeng gaib dan mengandung arti yang dalam.
Mirip dengan mitos yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci hanya dianggap sebagai suatu yang pernah terjadi
Umunya mengisahkan tentang suatu kejadian disuatu tempat atau asal-usul suatu tempat
Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan dan perang mereka.
Legenda ditokohi oleh manusi, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib.
Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita umunya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa
Menceritakan tentang asal usul alam semesta, manusia atau bangsa yang diungkapkan dengan dongeng-dongeng gaib dan mengandung arti yang dalam.
Mirip dengan mitos yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci hanya dianggap sebagai suatu yang pernah terjadi
Umunya mengisahkan tentang suatu kejadian disuatu tempat atau asal-usul suatu tempat
 
 
C. Contoh dari Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat

No.
Mitos
Legenda
Cerita Rakyat
1.
Cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara).
Legenda Wali Sembilan (Wali Songo)
Lutung Kasarung.




2.
Cerita barong di Bali.
Hantu, gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.

Pak Belalang





3.
Cerita Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan).
Ande-Ande Lumut


Kura-Kura dan Kelinci
4.
Cerita Joko Tarub.
Tangkuban Perahu

 
 
D. Cara Manusia Memperoleh Pengetahuan
Pada dasarnya manusia memiliki keingintahuan yang amat besar. Seperti sudah fitrahnya, bahwa apa yang dilihat, atau dirasakan akan berbuah pertanyaan dalam benaknya.  ‘Apa ini?’,’ Apa itu?’,’ Mengapa ini begini dan begitu?’ adalah hasil dari rasa ingin tahu tentang sesuatu. Selanjutnya pertanyaan akan berkembang menjadi ‘bagaimana hal itu terjadi?’, ‘bagaimana mengatasinya?’, ‘bagaimana dampaknya?’.  Dari yang hanya sekedar apa ini/itu menjadi bagaimana ini/itu tersebut terjadi. Intinya pertanyaan menjadi lebih kompleks dan kita akan berusaha untuk mencari  jawab atas pertanyaan itu. Dalam sejarah perkembangan pikir manusia ternyata yang diusahakan itu esensinya adalah  pengetahuan (jawaban) yang benar  atau disebut sebagai kebenaran.
Dalam bukunya, Suryabrata (2004) mengungkapkan bahwa hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya. Dan pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan yang benar.  Pengetahuan yang benar atau kebenaran memang secara inherent dapat dicapai manusia, baik melalui pendekatan non-ilmiah maupun pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan perurutan tertentu agar dapat dicapai pengetahuan yang benar itu. Namun, tidak semua orang melewati tertib pendekatan ilmiah itu untuk sampai kepada pengetahuan yang benar mengenai  hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat banyak  pendekatan non ilmiah ini yang paling sering digunakan.
a)      Pendekatan Non Ilmiah
Ada beberapa pendekatan non-ilmiah yang banyak digunakan :
-          Akal  Sehat (Common sense) → Akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagan konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan (Kerlinger, 1986). Konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.  Bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotetis dan teoretis. Akal sehat dapat saja menyajikan hal-hal yang benar, namun dapat pula menyesatkan
-          Prasangka → Pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal inilah yang menyebabkan akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung mempersempit pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan cenderung mengkambinghitamkan orang lain atau menyokong suatu pendapat.  Dengan akal sehat orang cenderung kea rah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, yang lalu merupakan prasangka.
-          Pendekatan Intuitif → Dalam pendekatan intuitif orang menentukan ‘pendapat’ mengenai sesuatu berdasar atas ‘pengetahuan’ yang langsung atau di dapat dengan cepat melalui proses yang tidak disadari atau yang tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dengan intuisiorang memberikan penilaian tanpa didahului oleh suatu renungan. Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar di percaya. Disini tidak terdapat langkah-langkah yang sistematik dan terkendali. Metode tersebut disebut sebagai metode a priori. Dalil-dalil seseorang yang a priori cocok dengan penalaran, namun belum tentu cocok dengan pengalaman atau data empiris.
-          Penemuan Kebetulan dan Coba-coba (Trial and Error) → Meskipun pada beberapa hal penemuan kebetulan ini dapat berguna, namun ia bukan pendekatan ilmiah. Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti, serta tidak melalui langkah-langkah yang sistematis dan terkendali. Sementara Penemuan trial and error diperoleh tanpa kepastian akan diperolehnya suatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah. Usaha coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha, kurang efisien dan tidak terkontrol.
-          Pendapat Otoritas Ilmiah dan Pikiran Kritis → Pendapat otoritas ilmiah (orang dengan pendidikan formal yang tinggi) sering diterima orang tanpa diuji, karena dianggap sudah benar. Padahal bisa saja tidak benar, karena pendapat bukan hasil penelitian, namun hanya didasarkan pada sebuah pemikiran logis.

b)      Pendekatan Ilmiah
Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah didapat melalui penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang ajeg, yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu. Langkah-langkah penelitian yang teratur dan terkontrol telah terpolakan dan sampai batas-batas tertentu telah diakui umum. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hamper setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias dan perasan. Cara penyimpulannya bukan subjektif melainkan objektif. Dengan pendekatan ilmiah itu orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.
E.     Menjelaskan Kembali Bagaimana Manusia Begitu Mudah Menerima Mitos Karena Akibat Keterbatasan Penalaran dan Keingintahuannya Untuk Sementara Dapat Terjawab

Beberapa faktor yang menyebabkan mitos dan beberapa hal berikutnya dapat timbul ialah:
-          Keterbatasan pengetahuan manusia, pada umunya manusia memperoleh informasi dari cerita orang yang mengetahui akan suatu hal. Kemudian hal ini bepindah telinga kepada manusia yang lain. yang menjadi masalah adalah kebenaran tentang informasi atau pengetahuan yang muncul dan telah menyebar tersebut.
-          Keterbatasan manusia dalam menalarkan sesuatu, ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia pada saat itu masih latih. Sehingga pemikiran yan dihasilkan dapat benar dan dapat pula salah.
-           Keingintahuan manusia yang telah terpenuhi untuk sementara, mengadung pengertian bahwa ketika manusia tlah mampu menalarkan sedikit hal yang ada dalam pikirannya maka disitulah letak kepuasan manusia yang diterimanya secara intuisi. 
-          Keterbatasan alat indera manusia, selain beberapa hal diatas keterbatasan manusia terhadap bagaimana Ia menggunakan alat inderanay masih terbatas sehingga jangkauan yang sangat detail dalam suatu penciptaan hal yang baru masih bisa diragukan.